Wicarakata.com – Ratusan Warga Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor melakukan aksi demonstrasi karena konflik agraria antara aparat TNI AU Lanud Atang Sendjaya (ATS) dengan Rakyat.
Aksi dilakukan dengan mengelilingi kampung sembari membawa kentongan sebagai simbol atau tanda bahaya karena dugaan intimidasi TNI kepada masyarakat.
Koordinator Forum Masyarakat Desa (FMD), Junaedi memaparkan, aksi tersebut dipicu oleh tindakan pasukan dari Lanud Atang Sanjaya yang terus melakukan intimidasi dan teror berupa pengerahan pasukan serta pelarangan pembangunan dan berupaya melakukan pendudukan lahan warga di Kp. Parigi Desa Sukamulya Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.
“Lahan tersebut merupakan lahan hak milik masyarakat yang tercatat atas nama Kwan Shyntia dengan Nomor SHM 98 dan 100 Sukamulya yang sedang dilakukan pemagaran,” kata dia, Senin 15 Juli 2024.
Ia menjelaskan, TNI AU Cq. Lanud Atang Sanjaya melakukan klaim sepihak atas lahan seluas 1000 Ha di Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor dan mendaftarkan ke Dirjen Kekayaan Negara pada tahun 2009.
“Atas klaim tersebut masyarakat yang merasa memiliki tanah sejak turun temurun dengan berbagai alas hak sudah mengadukan ke berbagai pihak, mulai dari Pemkab Bogor, Kemenhan, Kemenkeu, ATR/ BPN sampai DPR RI dan Kepala Staft Presiden (KSP),” papar dia.
Kendati demikian, personil TNI ATS diduga terus melakukan upaya penekanan dan provokasi terhadap warga Desa Sukamulya, mulai dari pelarangan penerbitan sertifikat sampai pelarangan kegiatan pembangunan serta upaya pendudukan lahan.
Ia mengaku sudah berusaha untuk menahan diri agar tidak terjadi bentrok fisik dilapangan atas konflik agraria tersebut. Namun apabila pelarangan dan pendudukan terus dilakukan oleh personil dilapangan, tidak menutup kemungkinan akan membangkitkan kemarahan dari warga.
“Sudah beberapa pekan ini personil ATS melakukan intimidasi dan teror berupa pelarangan pembangunan dan berupaya melakukan pendudukan lahan di Kp. Parigi. Padahal sebelumnya kami sudah sampaikan, jika ada yang perlu didiskusikan, dipersilahkan untuk mengatur jadwal bertemu, namun di tempat yang netral seperti kantor-kantor pemerintahan ataupun di BPN,” jelas dia.
Sehingga, warga merasa jengah dengan tindakan personil ATS di lapangan yang kerap diduga melakukan tindakan intimidasi berupa pelarangan pembangunan oleh masyarakat.
“Apalagi sekarang upaya pendudukan di Kp. Parigi berupa rencana pembangunan posko di atas lahan salah satu warga. Namun FMD maupun pemerintah Desa masih berusaha menahan agar masyarakat tidak melakukan upaya sendiri guna menghindari terjadinya benturan fisik di lapangan selama hal ini masih bisa dikomunikasikan. Tapi jika situasi terus berkelanjutan, tidak menutup kemungkinan akan ada mobilisasi masyarakat ke lokasi pendudukan lahan oleh personil ATS,” tutup dia